Monday, 23 June 2014

Siapakah Mahrammu.....????


PERTANYAAN

Siapakah yang merupakan mahram kita?

JAWABAN

Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena adanya hubungan nasab, susuan, atau perkawinan.[1]

Adapun ketentuan tentang siapa saja yang termasuk dan yang bukan termasuk mahram telah dijelaskan dalam Al-Qur`an surah An-Nisâ` ayat 23,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا


“Diharamkan atas kalian untuk (mengawini) ibu-ibu kalian, anak-anak perempuan kalian, saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan dari ayah kalian, saudara-saudara perempuan dari ibu kalian, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki (kalian), anak-anak perempuan dari saudara perempuan (kalian), ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istri kalian (mertua), anak-anak istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini, (dan kalian diharamkan terhadap) istri-istri anak-anak kandung kalian (menantu), dan menghimpun dua perempuan yang bersaudara (dalam perkawinan), kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat ini disebutkan beberapa orang mahram, yaitu:

Pertama, أُمَّهَاتُكُمْ (ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa arab artinya setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya. Definisi ini mencakup:

Ibu yang melahirkanmu.
Nenekmu dari ayah maupun ibumu.
Nenek ayahmu dari ayah maupun ibunya.
Nenek ibumu dari ayah maupun ibunya.
Nenek buyut ayahmu dari ayah maupun ibunya.
Nenek buyut ibumu dari ayah maupun ibunya.
dan seterusnya ke atas.

Kedua, وَبَنَاتُكُمْ (anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam bahasa arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepadamu. Definisi ini mencakup:

Anak perempuanmu.
Anak perempuan dari anakmu (cucu perempuan).
Anak perempuan dari cucumu (cicit perempuan).
dan seterusnya ke bawah.

Ketiga, وَأَخَوَاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan kalian). Saudara perempuan ini meliputi:

Saudara perempuan seayah dan seibu.
Saudara perempuan seayah saja.
dan saudara perempuan seibu saja.

Keempat, وَعَمَّاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan dari ayah kalian). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan ayah adalah:

Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibu.
Saudara perempuan ayah dari satu ayah saja.
Saudara perempuan ayah dari satu ibu saja.
Masuk juga di dalamnya saudara-saudara perempuan kakek dari ayah maupun ibumu.
dan seterusnya ke atas.

Kelima, وَخَالاَتُكُمْ (saudara-saudara perempuan dari ibu kalian). Yang termasuk dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang termasuk dalam saudara perempuan ayah, yaitu:

Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibu.
Saudara perempuan ibu dari satu ayah saja.
Saudara perempuan ibu dari satu ibu saja.
Saudara-saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibumu.
dan seterusnya ke atas.

Keenam, وَبَنَاتُ الْأَخِ (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak perempuan dari saudara laki-laki mencakup:

Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah dan satu ibu.
Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah saja.
Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ibu saja.
Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
dan seterusnya ke bawah.

Ketujuh, وَبَنَاتُ الْأُخْتِ (anak-anak perempuan dari saudara perempuan). Ini sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi:

Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah dan ibu.
Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah saja.
Anak perempuan dari saudara perempuan satu ibu saja.
Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
dan seterusnya ke bawah.

Catatan penting

Tujuh poin yang tersebut di atas adalah mahram karena nasab, sehingga kita bisa mengetahui bahwa ada empat orang yang bukan termasuk mahram walaupun ada hubungan nasab. Mereka itu adalah:

Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu (sepupu).
Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah (sepupu).
Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu (sepupu).

Mereka ini bukanlah mahram dan boleh dinikahi.

Kedelapan, وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ (ibu-ibu yang menyusui kalian). Yang termasuk ibu susuan adalah:

Ibu susuan itu sendiri.
Ibunya ibu susuan.
Neneknya ibu susuan.
dan seterusnya keatas.

Catatan Penting

Kita melihat bahwa, dalam ayat ini, ibu susuan dinyatakan sebagai mahram, sementara menurut ulama, pemilik susu adalah suaminya, karena sang suamilah yang menjadi sebab istrinya melahirkan sehingga mempunyai air susu. Maka penyebutan ibu susuan sebagai mahram dalam ayat ini adalah merupakan peringatan bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang menyusu kepada istrinya. Dengan demikian, anak-anak dari ayah dan ibu susuannya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dianggap sebagai saudaranya (sesusuan). Demikian pula halnya dengan saudara-saudara dari ayah dan ibu susuannya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dianggap sebagai paman dan bibinya. Oleh karena itulah, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menetapkan dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhâry dan Imam Muslim dari hadits Aisyah dan Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ sebagai berikut.
إِنَّهُ يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ

“Sesungguhnya, menjadi mahramlah dari susuan, segala apa yang menjadi mahram dari nasab.”

Kesembilan, وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ (dan saudara-saudara perempuan kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan sesusuan adalah:

Perempuan yang engkau disusui oleh ibunya (ibu kandung maupun ibu tiri).
Atau perempuan itu menyusu kepada ibumu.
Atau engkau dan perempuan itu sama-sama menyusu pada seorang perempuan yang bukan ibu kalian berdua.
Atau perempuan yang menyusu kepada istri yang lain dari suami ibu susuanmu.

Kesepuluh, وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ (dan ibu istri-istri kalian). Ibu istri mencakup, ibu dalam nasab dan seterusnya keatas, serta ibu susuan dan seterusnya keatas . Mereka ini menjadi mahram jika terjadi akad nikah antara kalian dan anak perempuan mereka, walaupun belum bercampur.

Tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahram. Demikian pendapat jumhur ulama seperti Ibnu Mas’ûd, Ibnu Umar, Jâbir dan Imrân bin Husain, juga pendapat kebanyakan para tabiin dan pendapat Imam Malik, Imam Syâfi’i, Imam Ahmad dan Ashhâb Ar-Ra’yi, yang mereka berdalilkan dengan ayat yang telah tersebut di atas. Oleh karena itu, kita tidak bisa menerima perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan kebolehan seorang lelaki menikah dengan ibu susuan istrinya dan saudara sesusuan istrinya. Wallâhu A’lam.

Kesebelas,

وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ (anak-anak istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini). Ayat ini menunjukkan bahwa ar-rabâ`ib adalah mahram. Menurut bahasa arab, ar-rabâ`ib ini mencakup:

Anak-anak perempuan istrimu.
Anak-anak perempuan dari anak-anak istrimu ( cucu perempuannya istri).
Cucu perempuan dari anak-anak istrimu.
dan seterusnya ke bawah.

Namun, dalam ayat ini, ar-rabâ`ib menjadi mahram dengan syarat apabila ibunya telah digauli. Adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal sebelum digauli oleh suami sang ibu tersebut, ar-rabâ’ib ini bukan mahram dari suami ibunya, bahkan suami ibunya itu bisa menikah dengannya. Ini merupakan pendapat jumhur ulama seperti Imam Malik, Ats-Tsaury, Al-Auzâ’y, Ahmad, Ishâq, Abu Tsaur dan lain-lainnya. Hal ini berdasarkan zhahir ayat di atas,

مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

“Dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini.”

Adapun yang tersebut dalam ayat pada kata dalam pemeliharaanmu (dari kata ar-rabâ`ib yang dalam pemeliharaanmu) bukanlah sebagai syarat agar ar-rabâ`ib dianggap sebagai mahram, karena semua ar-rabâ`ib, baik yang di dalam maupun yang di luar pemeliharaan, adalah mahram menurut pendapat jumhur ulama. Jadi kata dalam pemeliharaanmu hanya menunjukkan bahwa kebanyakan ar-rabâ`ib itu berada dalam pemeliharaan, atau hanya menunjukkan kedekatan ar-rabâ`ib tersebut dengan ayahnya. Dengan demikian, tampaklah hikmah mengapa ar-raba`ib ini menjadi mahram. Wallâhu A’lam.

Keduabelas, وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ (istri-istri anak-anak kandungmu [menantu]).

Ini meliputi:

Istri dari anak kalian.
Istri dari cucu kalian.
Istri dari anaknya cucu.
dan seterusnya kebawah, baik dari nasab maupun sesusuan.

Mereka semua menjadi mahram setelah akad nikah, dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.[2]

Catatan

Demikianlah penjelasan tentang mahram dalam surah An-Nisâ`. Namun perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini, walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian tentang siapa yang merupakan mahram bagi mereka, tidaklah menunjukkan bahwa dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahram bagi perempuan, karena Mafhûm Mukhâlafah (pemahaman kebalikan) dari ayat ini menjelaskan hal tersebut.

Misalnya disebutkan dalam ayat, “Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian,” maka mafhûm mukhâlafah-nya adalah, “Wahai para ibu, diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian.”

Permisalan lain, disebutkan dalam ayat, “Dan anak-anak perempuan kalian” maka mafhûm mukhâlafah-nya adalah, “Wahai anak-anak perempuan, diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian,” dan demikian seterusnya.

Sebagai pelengkap pembahasan ini, kami sebutkan ayat dalam surah An-Nûr ayat 31,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ

“Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki mereka yang tidak berkeinginan (kepada wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat.”

Demikianlah, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat. Wa âkhiru da’wâna `anilhamdu lillâhi Rabbil ‘Âlamîn.

[1] Lihat Ahkâm An-Nazhar Ilâ Al-Muharramât hal. 32.

[2] Lihat pembahasan di atas dalam Al-Mughny 9/513-518, Al-Ifshâh 8/106-110, Al-Inshâf 8/113-116, Majmu’ Al-Fatâwâ 32/62-67, Al-Jâmi’ Lil Ikhtiyârât Al-Fiqhiyyah 2/589-592, Zâdul Ma’âd 5/119-124, Taudhîhul Al-Ahkâm 4/394-395, Tafsir Al-Qurthuby 5/105-119, dan Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân.

Load disqus comments

0 comments