Ada sebuag pepatah yang mengatakan yaitu “Jika Tangan Kanan Memberi, Tangan Kiri Jangan Sampai Tahu” sepertinya menjadi barang langka dalam kehidupan nyata. Yang terjadi malah sebaliknya, mereka berlomba-lomba memberikan derma demi sebuah harapan popularitas semata. Namun, kisah berikut ini mungkin bisa menjadi kisah menarik yang bisa diambil hikmah terbaiknya.
Kisah Si Dermawan yang Dicaci
Tersebutlah disana, disebuah kampung kecil, terdapat 2 orang bernama Haji Imron dan Haji Rais. Kediaman mereka berdekatan sekali sehingga mereka sering ngobrol bersama. Walau rumah mereka berdekatan tapi nasib mereka berbeda cukup jauh. Haji Imron dikenal sebagai warga yang cukup kaya karena memiliki warisan sawah yang cukup banyak dan luas. Sementara Haji Rais hanyalah petani biasa yang sederhana.
Namun demikian, ternyata di mata masyarakat, nama Haji Rais lebih harum dan dihargai oleh masyarakat dibandingkan dengan haji Imron. Haji Imron mendapatkan panggilan yang sangat tidak terhormat yaitu SI PELIT, sedangkan Haji Rais mendapatkan panggilan yang sangat mulia dan terhormat yaitu Si DERMAWAN.
Mengapa Haji Imron dipanggil si Pelit, ternyata setelah diselidiki, dia sangat jarang sekali membantu bila warga meminta sumbangan ke beliau baik untuk pembangunan masjid, jalan dan ketika ada orang sakit atau untuk bantuan bagi fakir miskin. Saking pelitnya, untuk bantuan biaya kegiatan maulid nabi pun, ia hanya bisa membantu 5.000,- rupiah saja. “Mohon maaf saya nggk bisa bantu banyak ya”, ujarnya beralasan.
Hal ini berbeda jauh, ketika warga mendatangi kediaman rumah Haji Rais. Biasanya di tidak banyak basa-basi dan langsung memberinya sumbangan. Jumlah sumbangannya biasanya cukup besar, bahkan bisa melebihi yang diminta terutama untuk kepetingan masjid dan fasilitas umum lainnya.
Waktu terus berjalan, hingga akhirnya SI PELIT, Haji Imron secara mendadak meninggal dunia. Tak banyak warga yang ikut mensholatkannya. Kepergiannya seakan tak pernah ditangisi oleh warga, bahkan beberapa warga berkomentar sinis, “Wajarlah Si Pelit mati duluan, makanya jangan jadi orang pelit. Lihat tuh Haji Rais yang Dermawan, panjang umur”.
Semenjak kematiannya, nama Haji Imron terus dipergunjingkan warga karena kepelitannya. Bahkan beberapa warga sampai tega meludahi makam Haji Imron yang memang berada di pinggir jalan. Mereka berjalan melewati kuburan sambil mengumpat,”Dasar orang Pelit, Penghuni Neraka“. Dimanapun mereka berkumpul, tak ketinggalan mereka menjelek-jelekkan nama Haji Imron dengan segala umpatan yang ketus.
Melihat realitas ini, sepertinya Haji Rais merasa terganggu dan sedih sekali, mengapa warga terus menjelek-jelekkan nama Haji Imron padahal beliau sudah meninggal dunia. Apalagi semakin hari sepertinya semakin menjadi-jadi, dan sering mengaitkan dan membandingkannya dengan dirinya.
Akhirnya, seusai sholat Jumat, secara mendadak dia berdiri dan meminta para jamaah sholat Jumat untuk tidak pulang terlebih dahulu karena ada hal amat sangat penting yang perlu disampaikannya. Mendengar pengumuman itu, para jamaah pun kaget dan bertanya Tanya, ada apa gerangan yang terjadi. Salah satu jamaah berkata, “Wah ada pengumuman apa nih, kok serius sekali, soalnya tumben dan belum pernah terjadi”.
Akhirnya yang ditunggu tiba. Haji Rais tiba-tiba berdiri dan menuju podium. Dengan suara parau dan terbata-bata menahan emosi yang amat sangat, dia memulainya.
“Para jamaah jumat yang saya muliakan. Berdirinya saya disini, sungguh sangat berat karena harus menyampaikan sesuatu yang tidak boleh saya sampaikan. Namun demi kebaikan dan kemaslahatan semua, akhirnya saya harus tampil dan menyampaikan kebenaran ini”.
“Haji Imron telah meninggalkan kita semua, namun kepergiannya telah meninggalkan kesan dan pesan kebencian yang amat sangat. Saya mendengar banyak warga yang membencinya karena kepelitannya, hingga meludahi makamnya, dan mengumpatnya dengan ahli neraka. Sungguh saya tidak rela hal tersebut dilakukan karena di luar batas kepantasan”.
Beberapa jamaah pun secara spontan berguman ,”huuuuuuhhhhhhhhh”. Setelah cukup tenang, Haji Rais pun melanjutkan kalimatnya.
“Hari ini, saya Haji Rais, atas nama Allah dan Rasul Muhammad, menyatakan bahwa sesungguhnya semua sumbangan dan amal yang warga terima selama berpuluh-puluh tahun adalah HARTA DAN PEMBERIAN SERTA TITIPAN dari Haji Imron. Haji Imron lah penyumbang terbesar berdirinya masjid ini. Haji Imron lah penyumbang terbesar, jalan utama desa kita ini. Haji Imron lah penyumbang terbesar bagi anak-anak yatim dan dhuafa. Haji Imron lah yang menyumbang kegiatan keagamaan setiap tahunnya. Saya, Haji Rais, hanya dititipi oleh beliau. Haji Imron tidak mau, semua amal, sedekah dan sumbangan serta kebaikannya diketahui orang lain”.
Mendengar pengakuan Haji Rais ini, semua jamaah jumat, tercengang dan terdiam sejenak. Sesaat kemudian, suara tangisan menggema di seantero masjid yang cukup besar itu. Terdengar teriakan,YA ALLAH YA ALLAH, ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR yang sangat kencang. Saat itu, hampir semua jamaah menangis tersedu-sedu tanda penyesalan yang amat sangat. Haji Rais pun melanjutkan kalimatnya.
“Para jamaah sekalian. Saya secara pribadi mohon maaf sebesar-besarnya karena selama ini saya diam dan tidak pernah menceritakannya. Hal ini karena Haji Imron berpesan agar saya tidak pernah menceritakannya kepada siapapun, perihal sumbangan dan amalnya ini kepada siapapun termasuk kepada keluarganya. Namun, karena hari ini, saya sudah tidak sanggup mendengar cacian dan umpatan para jamaah dan warga kepadanya maka dengan sangat terpaksa saya harus mengatakannya. Kepada yang terhormat Haji Imron yang sangat dermawan dan baik sekali, saya mohon maaf sebesar-besarnya”.
Haji Rais pun turun dari podium sambil menangis tersedu-sedu, karena tak kuasa menahan keharuan. Para jamaah pun masih larut dalam keharuan yang amat dalam. Keesokan harinya, atas inisiatif warga, digelar tahlilan mengenang wafatnya Haji Imron sang Dermawan yang Dicaci Maki. Hampir seluruh warga menghadiri tahlilan tersebut. Mereka benar-benar menyesal dan terharu atas sikap kedermawanan Haji Imron. Akhirnya nama Haji Imron dan keluarga kembali harum dan mendapat penghargaan yang sangat tinggi dari seluruh warga.
Semoga kisah ini bermanfaat dan menginspirasi kita untuk senantiasa berbuat kebaikan, tanpa mengharap pujian sedikitpun. Amien
0 comments